SELAMAT DATANG DI LOMAN BERBAGI BLOG JANGAN LUPA BERI KOMENTAR TERIMA KASIH

Kamis, 10 Maret 2011

Paris 36


Artis : Gerard Jugnot, Clovis Cornillac, Kad Merad, Nora Arnezeder
Sutradara : Christophe Barratier
Genre : Drama, Musical

Kegigihan 3 orang yang bersinggungan dengan pentas untuk menghidupkan seni panggung menjadi jalan cerita yang menarik diiringi lagu-lagu berbahasa Perancis. Besotan sineas Perancis ini memperoleh nominasi Oscar 2010 untuk lagu “Loin de Paname” tentang orang yang mencintai Paris. Judul lain untuk film ini adalah Faubourg 36 yaitu suatu distrik di bukit yang berlokasi di atas kota Paris pada tahun 1936.

Cerita mengambil setting Paris di era penghujung tahun 1935 – 1936 saat Paris ramai dengan demonstrasi pekerja untuk menuntut hak-hak pekerja yaitu jam kerja selama 40 jam seminggu dan cuti dua minggu selama satu tahun. Perancis saat itu diliputi resesi ekonomi yang membawa dampak gulung tikarnya pertunjukan musik di gedung musik Chansonia.

Pigoil, diperankan oleh Gerrard Jugnot, yang berkebangsaan Jerman berprofesi sebagai manager panggung. Dedikasinya ke musik panggung demikian tinggi demi menghidupi anak semata wayangnya. Anaknya bernama Jojo (diperankan oleh Maxence Perrin) yang suka bermain alat musik akordion.

Milou, diperankan oleh Clovis Cornillac, adalah seorang pemuda yang berprofesi sebagai pengatur lampu sorot pertunjukan. Dia sempat menjadi aktivis partai politik berhaluan kiri Popular Front yang saat itu berhasil merenggut tampuk kekuasaan.

Jacky Jacquet, diperankan oleh Kad Merad, berkarier sebagai artis panggung dengan julukan The Imitators di gedung musik Chansonia. Banyolan monolognya tidak membawa gelak tawa pengunjung.

Mereka bertiga berikhtiar mengembalikan gebyar Chansonia setelah tutup terkena dampak resesi ekonomi dan bunuh dirinya pemilik terjerat lintah darat si Tuan Tanah Galapiat (diperankan oleh Bernard Pierre Donnadieu). Reopening ini lama kelamaan kehilangan pengunjung karena cuma ditunjang oleh artis amatir, kecuali si rising star Douce (diperankan oleh Nora Arnezeder) yang akhirnya pindah ditarik oleh produser ternama.

Ternyata Douce adalah anak dari Rose Dalbray primadona masa lalu Chansonia dan Monsieur TSF, the Great Max (diperankan oleh Pierre Richard), konduktor dan pengarang lagu yang mengasingkan diri di rumah. Max, yang juga dijuluki Radio Man karena hanya tinggal di rumah mendengarkan radio, akhirnya keluar dari rumahnya untuk pertama kalinya setelah 20 tahun tidak pernah menampakkan batang hidungnya setelah mendengar lagunya (Loin de Paname) dibawakan oleh Douce di radio. Dia membujuk Douce untuk kembali ke Chansonia dalam rangka menghidupkan kembali kejayaan gedung musik ini.

“Three Musketeers” yang beralih menjadi artis pentas bersama dengan sang primadona dan di bawah arahan sang konduktor berhasil mengembalikan gebyar panggung gedung musik Chansonia. Terjalinlah kisah asmara dua insan manusia Milou dan Douce diratapi kebencian si Tuan Tanah yang bertepuk sebelah tangan. Kisah menanjak dramatis dan penuh pengorbanan.

Selain itu film ini juga diselipi kisah kasih luhur seorang ayah kepada anaknya dan demikian sebaliknya. Kisah yang bukan hanya menjadi selingan melainkan terajut erat dengan kisah lainnya.

Jalinan cerita yang menarik sepanjang dua jam tentang kehidupan pentas panggung dan rakyat proletar yang mencintai seni pentas musik. Benar-benar menampilkan sinema khas Perancis yang kelak layak menjadi film klasik. Film yang patut ditonton oleh penggemar film dan musik di tengah hingar bingar produksi Hollywood. Salute untuk para sineas yang dengan gemilang berhasil menelurkan karya spektakular yang akan dikenang sepanjang masa. Walaupun tidak memenangkan Oscar tetapi karya seni ini berhasil memenangkan hati kami.

Sumber: http://www.filmdanmusik.com

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More